Selasa, 11 Oktober 2011

Merayakan Bulan Bahasa dan Sastra

Apa
yang menyebabkan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa? Pasti Anda juga bisa menjawabnya. Ya, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa karena pada 28 Oktober 1928 para pendahulu bangsa kita mencetuskan Sumpah Pemuda dengan bahasa, bahasa Indonesia, sebagai butir ketiganya. Belakangan, bulan Oktober tidak disebut sebagai bulan bahasa saja, tapi bulan bahasa dan sastra. Ini seharusnya dilakukan sejak lama. Sebab meskipun bahan dasar sastra merupakan bahasa, kompleksitasnya kadang melampaui bahasa.

Bulan bahasa sebenarnya bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan kualitas berbahasa secara baik (dan kalau bisa benar juga). Tapi jangan pula hanya sekadar pada bulan tersebut saja. Karena berbahasa merupakan proses yang harus dibiasakan. Semakin terbiasa untuk berbahasa dengan baik, semakin menolong kita untuk terus meningkatkan kualitas berbahasa.

Sastranya Bagaimana?
Karena bulan Oktober juga tidak sekadar menjadi bulan bahasa, tapi juga sastra, kita pun sebaiknya perlu belajar untuk memberi porsi yang cukup pada bidang sastra. Masalahnya, untuk bidang ini pun kita masih ketinggalan dari negara-negara lainnya. Para siswa sekolahan perlu mengenal lebih banyak karya sastra, tidak hanya untuk melengkapi kegiatan belajar bidang studi bahasa dan sastra Indonesia saja, tetapi juga untuk menggali kekayaan moral dan intelektual yang dituangkan dalam setiap karya sastra.

Membaca karya sastra, khususnya bagi kita yang dapat meresapi, itu sangat nikmat. Apalagi ketika menelusuri penuturan yang disampaikan dengan bahasa yang indah. Memang harus diakui kalau (bagi sebagian orang) ada karya yang membingungkan.
Sementara itu, puisi juga menghadirkan beragam nuansa yang tak kalah menarik. Sama seperti ketika mulai menikmati cerpen atau novel, kalau Anda tahu kenikmatannya, dijamin Anda akan menggandrungi berbagai jenis puisi, meski mungkin akan terheran-heran karena melihat puisi-puisi “aneh”, seperti karya Sutardji Calzoun Bachri atau Saut Situmorang.

Nah, para pemuda, sudah siap melangkah lebih jauh dari tidak peduli menjadi peduli? Atau dari sekadar berniat menelusuri sampai menggandrungi berbahasa yang baik dan menikmati sastra? Ingatlah, bahasa dan sastra Indonesia itu merupakan hartamu juga. Jangan sampai diklaim oleh negara lain. Oke?!... Nggak lucu ‘kan?

(dikutip dengan penyesuaian dari blog: http://indonesiasaram.wordpress.com/2007/12/03/bulan-bahasa-dan-sastra-di-mata-anak-muda/#comments)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar