Sabtu, 15 Oktober 2011

Pengumuman Pemenang Lomba Cipta Puisi Padang 2011

Inilah saat yang paling bersejarah bagi para peserta Lomba Cipta Puisi Padang 2011 yang karyanya lolos masuk nominasi dan diumumkan siapa pemenangnya.

Panitia penyelenggara dari Ikatan Alumni Don Bosco (IADB) Padang dalam suatu rapat di Padang, Kamis 14 Oktober 2011 bersama dewan juri semi final dan juri final menetapkan nama dan karya puisi terbaik yang berhak meraih hadiah yang telah disediakan panitia. Para pemenang dan karya puisinya diumumkan Jumat 15 Oktober 2011 di blog IADB www.padangdalampuisi.blogspot.com.

IADB berbahagia atas antusias peserta yang mengikuti lomba ini yang dimulai sejak awal Agustus 2011 dan berakhir 30 September 2011 lalu. Sepanjang kurun waktu dua bulan itu, panitia menerima tidak kurang dari 511 puisi karya peserta yang berasal dari Sabang hingga Papua. Bahkan beberapa peserta ada juga yang berasal dari Hongkong, Malaysia, dan negara tetangga lainnya.

Ini sangat memuaskan panitia sebab melebihi target yang diharapkan. Semula panitia mengira peserta yang mengirimkan puisi karya terbaiknya tidak lebih dari 300 judul saja. Tujuan menggairahkan kegiatan tulis menulis khususnya di kalangan siswa dan mahasiswa secara umum tercapai sudah dengan melihat antusias peserta yang cukup tinggi.

Agar lomba ini berkualitas, panitia memilih dewan juri yang berkompeten di bidangnya. Mereka adalah:

1. Prof. Eka Budianta (Akademisi, Sastrawan ~ Jakarta)
2. Prof. Harris Effendi Tahar (Sastrawan, Akademisi ~ Padang)
3. Rusli Marzuki Saria (Penyair Senior ~ Padang)
4. Pipiet Senja (Novelis ~ Jakarta)
5. Sastri Bakry (Novelis ~ Padang)
6. Nita Indrawati (Penulis, Jurnalis ~ Padang)
7. Veridiana Somanto (Akademisi ~ Padang)
8. Muhammad Subhan (Jurnalis, Penulis, Novelis ~ Padangpanjang)

Nama-nama dewan juri tersebut di atas yang selama kurun waktu lomba menyimak, mendiskusikan, menilai dan memutuskan karya-karya terbaik buah pena peserta lomba cipta puisi tingkat nasional ini.

Setelah menetapkan 150 puisi terpilih (yang direncanakan akan dibukukan), lalu mengumumkan 75 puisi nominasi, maka inilah nama-nama pemenang dan karyanya yang secara resmi disiarkan hari ini:

PEMENANG UTAMA:

Juara 1
Judul Puisi: Epitaf Arau (Kurnia Hadinata, Pasaman)

Juara 2
Judul Puisi: Padang Kota Tercinta, di Padang Kita Bercinta (Esha Tegar Putra, Padang)

Juara 3
Judul Puisi: Sepasang Puisi di Kota Tua (F. Rizal Alief, Madura)

TUJUH PUISI TERPUJI:

1. Padang, Petang dan Puisi (Hakimah Rahmah Sari, Padang)
2. Cerita Bergambar Padang Buat si Sayang (Karta Kusumah, Padang)
3. Di Pantai Padang, aku Mengingat Beberapa Kejadian (Yori Kayama, Padang)
4. Pantai Purus Tepi Kota (Budi Saputra, Padang)
5. Hikayat Seorang Wanita di Pucuk Bukit (Dedi Supendra, Pariaman)
6. Menulis Kangen; Padang (Dodi Prananda, Depok)
7. Kepada Mandeh (Inung Imtihani, Depok)

Para pemenang berhak mendapatkan hadiah:

PEMENANG UTAMA

Juara 1:
Paket Wisata Sastra ke Malaysia + Uang tunai Rp1.000.000,- + Piagam Penghargaan IADB + Paket Buku

Juara 2:
Paket Wisata Sastra ke Malaysia + Uang tunai Rp750.000,- + Piagam Penghargaan IADB + Paket Buku

Juara 3:
Paket Wisata Sastra ke Malaysia + Uang Tunai Rp500.000,- + Piagam Penghargaan IADB + Paket Buku

PEMENANG “TUJUH PUISI TERPUJI” BERHAK MENDAPATKAN PAKET BUKU DAN PIAGAM PERHARGAAN DARI IADB.

Semula, panitia hanya menyediakan paket wisata untuk juara 1 dan juara 2 saja. Namun, untuk memberikan penghargaan yang tinggi atas gerakan menulis ini, juara 3 juga mendapat kehormatan untuk mengikuti paket wisata sastra ke Malaysia.

Kepada pemenang utama yang diumumkan nama-namanya di atas, diharapkan segera mengurus pasport dan fotocopy pasport paling lambat diterima panitia akhir Oktober 2011 (tanggal 29 Oktober 2011). Fotocopy pasport discan dan dikirim via email: padangkotaku@ymail.com acc ke sastriyunizarti@yahoo.com. Bila lewat dari tanggal tersebut panitia belum menerima fotocopyan pasport, panitia tidak bertanggung jawab atas paket wisata ke Malaysia.

Panitia menyediakan tiket pesawat udara dari Padang-Malaysia (PP). Sementara pemenang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, panitia hanya menyediakan tiket pesawat dari ibukota negara, Jakarta-Malaysia (PP). Akomodasi peserta selama kegiatan wisata sastra di Malaysia ditanggung panitia. Kebutuhan pribadi diluar yang ditetapkan panitia menjadi tanggung jawab peserta.

Perjalanan wisata sastra ke Malaysia direncanakan pada bulan November 2011 (hari dan tanggal ditentukan kemudian).

Sementara penyerahan hadiah akan dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2011 di aula Don Bosco Padang dalam suatu kegiatan baca puisi. Seluruh pemenang akan dihubungi panitia lewat telepon dan email.

Demikian pengumuman ini disampaikan untuk dimaklumi. Keputusan dewan juri bersifat mengikat dan tidak dilakukan surat menyurat.

Padang, 15 Oktober 2011

PANITIA PENYELENGGARA
IKATAN ALUMNI DON BOSCO (IADB) PADANG

Penanggung Jawab:

1. Dadang Gozali (Ketua Harian IADB)
2. Veridiana Somanto (Sekum IADB)

Ketua Panitia:
Sastri Yunizarti Bakry (Wakil Ketua IADB)

Sekretaris Panitia:
Nita Indrawati (Pemred Buletin Rancak IADB)

Sumber: http://padangdalampuisi.blogspot.com/2011/10/pengumuman-pemenang-lomba-cipta-puisi.html

Rabu, 12 Oktober 2011

Sebuah Apresiasi...

Tentang Happy Salma

Nama saya Happy Salma.
Dalam bahasa Inggris, Happy berarti “bahagia.” Sementara “Salma” diambil Bapak saya dari nama seorang putri di Kalimantan yang pada zaman Belanda diungsikan ke tempat yang jauh dari asal-usulnya, tapi dia bisa bertahan hidup. Maka, Happy Salma menurut Bapak saya, adalah wanita yang selalu berbahagia dengan keselamatan yang senantiasa menyertainya. Almarhum Bapak saya, Dachlan Suhendara dan ibunda Iis Rohaeni lah yang memberikan nama indah itu bagi saya.

Saya anak keempat dari enam bersaudara. Dan yang menarik adalah, karena saya tidak sabar ingin melihat dunia, saya satu-satunya anak orangtua saya yang lahir di rumah. Saya lahir di sebuah rumah yang hangat di daerah Karang Tengah, Cibadak, Sukabumi. Saya dibesarkan di kampung halaman tercinta itu sampai usia 17 tahun. Masa kecil saya adalah masa yang membahagiakan. Walaupun saya berasal dari keluarga sederhana, tapi kedua orangtua saya gemar menciptakan kesenangan. Dari kecil saya anak yang aktif dan lincah. Tampil berpuisi, menari, hingga cerdas cermat. Tidak ada rasa rendah diri dalam diri saya, karena dukungan selalu datang dari orang-orang terkasih.

Ketika saya berusia 15 tahun─tepatnya pada tahun 1995─secara tidak sengaja saya menemani Kakak yang kebetulan menjadi wakil Jawa Barat untuk mengikuti ajang Putri Indonesia. Saya ikut difoto dengan film yang masih tersisa. Alhasil, foto tersebut saya kirimkan ke majalah Gadis, majalah yang waktu itu sedang digandrungi remaja-remaja seusia saya. Tak ada keinginan pasti apakah saya ingin menjadi model. Hanya saja, setiap membaca pengalaman-pengalaman para finalis yang setiap tahun terpilih, sepertinya sangat menyenangkan. Maka, ketika saya terpilih menjadi finalis dari ribuan peserta, saya begitu girang, meski kemudian saya merasa tertekan, karena menjadi model ternyata bukan perkara mudah. Selain harus selalu tampil cantik juga harus pintar bergaya. Sementara saya sendiri merasa tidak punya keduanya, hingga kegiatan modeling tidak terlalu saya tekuni.

Bersama teman-teman sekolah, saya malah membentuk band bernama Fla. Selain itu, sesekali saya ikut menjadi anggota band Kakak laki-laki saya yang beraliran metal. Kerrang, nama band-nya. Bersama Kerrang saya kerap ikut manggung, hingga suatu hari ketika saya manggung di Bandung, tepatnya di pesta pelajar, saya diperkenalkan pada seorang personil band yang sedang ngetop pada masa itu, u–camp. Kang Eri, namanya. Dengan penuh kejutan, dia mengajak saya rekaman. Dan, saya yang suka petualangan ini tentulah segera mengiyakan ajakan itu. Pada usia 17 tahun, saya masuk dapur rekaman.

Tak lama berselang, seniman dan musisi Frangky Sahilatua, rekan Kang Eri, mengambil-alih untuk memproduseri saya. Video klip saya ditayangkan di beberapa stasiun tv swasta, tapi album “Tapi Kini’ terbengkalai di tengah jalan karena ada masalah internal dengan Label. Saya belum sempat kecewa, Mas Frangky Sahilatua sudah menawari saya bermain sinetron yang diproduksi oleh temannya. Tawaran itu saya terima. Di ujung tahun 1998 saya bermain sinetron berjudul “Kupu-Kupu Ungu,” dan setelah itu semua berjalan begitu cepat dan lancar. Tak henti-henti, sinetron, film, presenter, iklan, menjadi bagian dari hidup saya selama bertahun-tahun.

Hingga awal tahun 2006 ketika saya mengalami krisis dalam pencarian jati diri, ketika dunia selebritas ternyata membuat saya merasa sepi, saya melarikan diri pada dunia sunyi, dunia menulis. Sebenarnya menulis sudah menjadi kegemaran saya sejak kecil. Saya rajin mengisi buku harian sampai membuat majalah sendiri dan juga gemar membuat cerpen. Tapi tentu pada masa itu kebiasaan menulis hanya untuk bersenang-senang. Lalu, ketika ada keinginan melahirkan sebuah buku, perjuangan baru pun dimulai kembali.

Di sela-sela jadwal shooting yang padat, saya mulai mengumpulkan naskah-naskah yang berceceran, dan setelah itu saya kirimkan pada penerbit.

Banyak orang bilang, betapa gampangnya para selebritis memulai profesi baru, saya tegaskan: itu salah besar! Tantangannya tak kalah rumit. Namun, kecintaan saya pada dunia sastra begitu tinggi, begitu mendalam. Pembentukan karakter dalam sebuah karya sastra, saya percayai dapat menjadi penyeimbang bagi pribadi yang kreatif, punya empati, dan memiliki jati diri. Maka, walaupun naskah saya sempat ditolak oleh sebuah penerbit yang menganggap tulisan saya kurang sensasional, itu tidak membuat saya putus asa. Terus berlatih menulis menjadi rutinitas saya di luar pekerjaan.

Pada pertengahan 2006 saya bertemu Rieke Diah Pitaloka. Kepadanya saya berkeluh kesah soal minimnya ketertarikan generasi muda pada dunia sastra. Dari hasil diskusi itu dia bersama suaminya mendirikan penerbitan yang bergerak di bidang sastra dan buku-buku ilmiah.

Atas dasar cita-cita yang sama, untuk menggeliatkan kembali dunia sastra, tulis-menulis juga dunia membaca, maka penerbit Koekoesan milik Rieke Diah Pitaloka meluncurkan buku pertama saya berjudul Pulang (kumpulan cerpen, 2006). Saya mengakui bahwa karya-karya besar sastra Indonesia banyak memengaruhi cara pandang saya, bahkan saya berani menggeluti dunia panggung teater juga karena kecintaan saya pada karya-karya tersebut. Saya pernah mementaskan lakon Nyai Ontosoroh─diadaptasi dari novel Bumi Manusia, karya Pramodya Ananta Toer─dan setelah itu lakon Ronggeng Dukuh Paruk─adaptasi novel karya Ahmad Tohari. Kurang lebih dua tahun waktu saya banyak tersita untuk kegiatan-kegiatan seni non-komersil, seperti pameran foto, teater dan keliling sastra ke sekolah-sekolah dan universitas. Semenjak itu pula, bersama sahabat saya Yulia EB, Kami mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Titimangsa Foundation untuk mengorganisir segala bentuk kegiatan-kegiatan sosial dan seni. Nama itu diberikan oleh almarhum Bapak saya, yang berarti ”tepat pada waktunya.”

Pada akhir tahun 2006 itu hidup saya terasa lebih seimbang, dunia idealisme dan dunia komersial berjalan seiring. Saya masih bermain sinetron, meski tak sesering dulu. Bermain film atau menjadi bintang tamu acara komedi sesekali masih saya lakoni bersamaan dengan pembacaan puisi, seminar-seminar tentang isu perempuan, politik, dan budaya.

Saya terharu, waktu berlari begitu cepat. Kini, ketika usia saya menginjak 30 tahun, hiruk-pikuk dunia selebritas selalu menjadi cahaya bagi saya, walaupun kadang-kadang menyilaukan dan membuat saya harus menepi dulu barang sebentar. Namun, dunia seni itu sendiri sudah terlanjur merasuk ke dalam relung jiwa saya, dan saya tidak bisa lagi meninggalkannya.

-
*Happy Salma, meraih penghargaan 5 besar penulis muda berbakat khatulistiwa awards (2007)

Dirangkum dari situs Happy Salma : http://happy-salma.net/?cat=7

Selasa, 11 Oktober 2011

Merayakan Bulan Bahasa dan Sastra

Apa
yang menyebabkan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa? Pasti Anda juga bisa menjawabnya. Ya, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa karena pada 28 Oktober 1928 para pendahulu bangsa kita mencetuskan Sumpah Pemuda dengan bahasa, bahasa Indonesia, sebagai butir ketiganya. Belakangan, bulan Oktober tidak disebut sebagai bulan bahasa saja, tapi bulan bahasa dan sastra. Ini seharusnya dilakukan sejak lama. Sebab meskipun bahan dasar sastra merupakan bahasa, kompleksitasnya kadang melampaui bahasa.

Bulan bahasa sebenarnya bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan kualitas berbahasa secara baik (dan kalau bisa benar juga). Tapi jangan pula hanya sekadar pada bulan tersebut saja. Karena berbahasa merupakan proses yang harus dibiasakan. Semakin terbiasa untuk berbahasa dengan baik, semakin menolong kita untuk terus meningkatkan kualitas berbahasa.

Sastranya Bagaimana?
Karena bulan Oktober juga tidak sekadar menjadi bulan bahasa, tapi juga sastra, kita pun sebaiknya perlu belajar untuk memberi porsi yang cukup pada bidang sastra. Masalahnya, untuk bidang ini pun kita masih ketinggalan dari negara-negara lainnya. Para siswa sekolahan perlu mengenal lebih banyak karya sastra, tidak hanya untuk melengkapi kegiatan belajar bidang studi bahasa dan sastra Indonesia saja, tetapi juga untuk menggali kekayaan moral dan intelektual yang dituangkan dalam setiap karya sastra.

Membaca karya sastra, khususnya bagi kita yang dapat meresapi, itu sangat nikmat. Apalagi ketika menelusuri penuturan yang disampaikan dengan bahasa yang indah. Memang harus diakui kalau (bagi sebagian orang) ada karya yang membingungkan.
Sementara itu, puisi juga menghadirkan beragam nuansa yang tak kalah menarik. Sama seperti ketika mulai menikmati cerpen atau novel, kalau Anda tahu kenikmatannya, dijamin Anda akan menggandrungi berbagai jenis puisi, meski mungkin akan terheran-heran karena melihat puisi-puisi “aneh”, seperti karya Sutardji Calzoun Bachri atau Saut Situmorang.

Nah, para pemuda, sudah siap melangkah lebih jauh dari tidak peduli menjadi peduli? Atau dari sekadar berniat menelusuri sampai menggandrungi berbahasa yang baik dan menikmati sastra? Ingatlah, bahasa dan sastra Indonesia itu merupakan hartamu juga. Jangan sampai diklaim oleh negara lain. Oke?!... Nggak lucu ‘kan?

(dikutip dengan penyesuaian dari blog: http://indonesiasaram.wordpress.com/2007/12/03/bulan-bahasa-dan-sastra-di-mata-anak-muda/#comments)

Sabtu, 08 Oktober 2011

Inilah 75 Puisi yang Lolos Masuk Nominasi "untuk Padang Kotaku! "

Setelah melalui serangkaian penilaian dan diskusi tentang karya siapa yang laik masuk babak nominasi, akhirnya panitia IADB mengumumkan 75 puisi terbaik di tahapan kedua ini yang secara resmi disiarkan Sabtu, 8 Oktober 2011. Inilah saat-saat yang paling mendebarkan bagi peserta yang puisinya terpilih, apakah nanti akan unggul menjadi pemenang atau cukup berada di tahapan ini saja.

Sekarang, Dewan Juri Final yang terdiri dari sastrawan nasional dan sastrawan Sumatera Barat (berjumlah 7 orang dan nama-nama mereka akan diumumkan bersamaan pengumuman pemenang 15 Oktober 2011, red), sedang bekerja keras memberi penilaian. Sidang Dewan Juri menentukan pemenang akan dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2011 di Padang.

Berikut nama dan karya peserta yang lolos masuk nominasi (nama berdasarkan abjad):

1. Asril Koto (Bayangan September)
2. Alizar Tanjung (Burung Andalas)
3. Aray Rayza Alisjahbana (Mengenalmu Hanya Sebatas Nama)
4. A’yat Khalili (Padang, Cinta tak Pernah Sirna)
5. Al Hafiz (Serpihan Kenangan)
6. Azwan (Padang Sepanjang Masa)
7. Askar Marlindo (Kota Padangku)
8. Aksan Taqwin (Antara Tisu dan Sapu Tangan)
9. Asrina Novianti (Di Teluk Bayur)
10. Aisyah Istiqamah Marsyah (Pada Padang yang Bercerita)
11. Af Kurniawan (Atas Nama Rendang, Atas Nama Lelaki)
12. Budhi Setyawan (Semalam di Padang)
13. Budi Saputra (Pantai Purus Tepi Kota)
14. Burhanuddin NS (Kado untuk Kota Padang)
15. Bambang Widiatmoko (Kado Cinta Sederhana)
16. Deddy Arsya (Sunting Nias)
17. Deri Ilham (Musim Kenang di Kota Padang)
18. Debi Ayu Lestari (Padang Your Motherland)
19. Desio Isanov (Padang, Cintaku Untukmu)
20. Deni Arifin (Engkau Kota Adalah Cinta)
21. Denny P. Cakrawala (Selepas Membaca Siti Nurbaya)
22. Dodi Prananda (Menulis Kangen; Padang)
23. Dedi Supendra (Hikayat Seorang Wanita di Pucuk Bukit)
24. DG Kumarsana (Camin Taruih)
25. Dedi Oscar Adams (Siti Nurbaya Tak Lagi Nestapa)
26. Esha Tegar Putra (Padang Kota Tercinta, di Padang Kita Bercinta)
27. Diyano Piliang (Peringatan, Cobaan, Hukuman)
28. Fadhli Basya (Menghormati Hari Jadi Kota Padang)
29. Frans Ekodhanto Purba (Empat Wajah Padang)
30. Firman Nofeki (Desau Nyiur Pelabuhan Muara)
31. F. Rizal Alief (Sepasang Puisi di Kota Tua)
32. Fhadilla Amelia (Tanah Harapan)
33. Hendri Nova (Padangku)
34. Heru Joni Putra (Taragak)
35. Hakimah Rahmah Sari (Padang, Petang dan Puisi)
36. Heni Kurniawati (Pengantin Padang)
37. Irfan Syariputra (Tentang Rindu di Tanah Kenangan Kita)
38. Idris Reficul (Senja di Atas Jembatan Siti Nurbaya)
39. Ida Ayu Utami (Saat Padang tak Pernah Sunyi)
40. I Gusti Ayu Putu Mahindu Dewi Purbarini (Kado Sesloki Air)
41. Inung Imtihani (Kepada Mandeh)
42. Kurnia Hadinata (Epitaf Arau)
43. Kemas Ferri Rahman (Sejumlah Kenangan di Masa Lalu)
44. Karta Kusumah (Cerita Bergambar Padang Buat si Sayang)
45. Kartika Amellia (Kampung Halaman)
46. Latief S Nugraha (Di Serambi Masjid Raya Ganting)
47. Lili Asnita (Sekilas Petang di Padang)
48. Mahatma Muhammad (Serindu Waktu di Kotaku)
49. Miswar Ibrahim Njong (Padang di Suatu Ketika)
50. Meiriza Paramita (Taratak Pengembara)
51. Mugya Syahreza Santosa (Seperti Penyair)
52. Moh. Ghufron Cholid (Panggil Aku Siti Nurbaya)
53. Melisa Asripal (Kepada yang Terkasih, Padang)
54. Muhammad Fadhli (Padang, 7 Agustus 1669)
55. Nur Efendi (Tentang Lelaki di Nagariku)
56. Novita Efendi (Rendang Sang Jargon Padang)
57. Na Lesmana (Di Jembatan Siti Nurbaya)
58. Nidhom Fauzi (Jiwa Padang)
59. Niken Kinanti (Anak Berkalung Tembaga)
60. Pinto Anugrah (Kutinjau Laut Dipandang Padang)
61. Putu Sugih Arta (Aku tak Lupa Rumah Gadang Itu)
62. Rika Silviani (Semarak Kota Padang)
63. Robbi Saputra El Kuray (Senandung Anak Pesisir)
64. Rizki Hardiansah (Makna di Akhir Cerita)
65. Reza Anindita (Godzilla)
66. Silfia Hanani (Kota Padang Dalam Catatanku)
67. Setio Hadi (Es Hadi) (Namaku Malin)
68. Vironika Sri Wahyuningsih (Nostalgia Siti Nurbaya)
69. Wisnhu Bagas Murtolo (Lagu 60-an)
70. Wisman (Jeritan Pengemis Pasar Raya Padang)
71. Wishu Muhamad (Induak Samba)
72. Wayan Sunarta (Kutitip Rinduku)
73. Yunita (Nyanyian Kota Padang)
74. Yori Kayama (Di Pantai Padang, Aku Mengingat Beberapa Kejadian)
75. Zulherma (Orang Kampung)

-